Jakarta, CNBC Indonesia – Tren pelemahan sama-saham paling populer di Wall Street berlanjut pada hari Senin waktu setempat, menyebabkan saham di bursa Jepang mengalami hari terburuk, sejak kejatuhan pasar tahun 1987 dan memukul saham teknologi AS.
Mengutip Wall Street Journal, indeks saham AS dibuka turun tajam, mengikuti penurunan di pasar internasional, sebelum pulih sedikit usai survei manajer pembelian menunjukkan sektor jasa berkembang sedikit lebih tinggi dari yang diharapkan pada bulan lalu.
Nasdaq yang didominasi saham teknologi mengalami penurunan terbesar, yakni 3,4%. Setiap segmen industri di S&P 500 menurun, mendorong indeks secara keseluruhan turun 3%. Semua 30 saham di Dow Jones Industrial Average berakhir lebih rendah dan indeks saham unggulan turun 1.034 poin.
Indeks saham kecil Russell 2000, yang bangkit kembali dalam beberapa minggu terakhir, turun 3,3%. Minyak, logam mulia, dan bitcoin turun.
Sementara itu, pengukur rasa takut Wall Street, CBOE Volatility Index, atau VIX, melonjak lebih dari 50% selama jam perdagangan saham ke level tertinggi sejak 2020.
Kemerosotan ini dimulai di Asia, di mana Nikkei 225 Jepang anjlok 12% di tengah melonjaknya yen. Itu adalah persentase penurunan satu hari terburuk untuk Nikkei sejak 20 Oktober 1987. Itu adalah hari Selasa setelah Black Monday di AS, ketika saham industri Dow turun hampir 23%.
Aksi jual di Tokyo juga memperpanjang kemerosotan minggu lalu yang menyusul keputusan Bank Jepang untuk menaikkan suku bunga. Langkah itu mendorong yen menguat relatif terhadap mata uang lainnya.
Data ekonomi yang mengecewakan di AS memicu aksi jual, mengakhiri taruhan populer Wall Street yang dikenal sebagai carry trade.
Selama bertahun-tahun, investor di seluruh dunia membeli aset berisiko, seperti saham AS, dan mendanai perdagangan dengan yen, berkat suku bunga yang sangat rendah di Jepang. Hingga baru-baru ini, banyak dana hedge fund dan pengelola uang memperkirakan suku bunga akan tetap rendah dan yen melemah.
Sebaliknya, penguatan yen telah menekan perdagangan carry. Investor yang meminjam yen untuk mendanai taruhan mereka telah dipaksa untuk membeli lebih banyak mata uang oleh para bankir yang bersikeras meminta agunan tambahan. Hal itu mendorong yen semakin tinggi, yang memicu lebih banyak margin call.
Ini adalah contoh perdagangan populer yang mulai merosot karena investor mempertimbangkan data ekonomi AS yang melemah dan valuasi saham teknologi yang sangat tinggi, sambil menunggu langkah bank sentral AS Federal Reserve berikutnya terkait suku bunga.
Investor telah memperkirakan bank sentral akan memangkas suku bunga pada pertemuannya di bulan September. Sekarang perdebatan berpusat pada apakah Fed akan mengambil langkah langka dengan melakukan pemangkasan setengah poin persentase yang lebih besar dari biasanya atau bahkan menurunkan biaya pinjaman.
Di sisi lain, ada tanda bahwa pertumbuhan terus berlanjut. Yakni, imbal hasil Treasury pulih dari penurunan tajam di awal, setelah pengumuman sektor jasa yang kuat pada hari Senin. Survei Institute for Supply Management (ISM) terhadap bisnis jasa naik menjadi 51,4 pada bulan Juli, dari 48,8 pada bulan Juni, terendah sejak lockdown Covid-19 pada tahun 2020. Angka di atas 50 menunjukkan ekspansi.
Survei ISM serupa terhadap perusahaan manufaktur minggu lalu tergelincir lebih dalam ke dalam kontraksi, mendorong obligasi untuk reli dan aksi jual saham. Pengumuman jasa hari Senin menunjukkan bahwa bagian ekonomi AS yang mempekerjakan paling banyak orang mungkin tidak dalam kondisi seburuk manufaktur.
Sementara investor menunggu, mereka menjual saham-saham teknologi, yakni “The Magnificent Seven.” Ketujuh saham pentolan teknologi itu turun setidaknya 2,5%. Nvidia, saham yang wajib dimiliki oleh para penggila kecerdasan buatan (AI), turun 6,4%.
“Sektor teknologi telah berada di bawah tekanan khusus dalam beberapa minggu terakhir di tengah kekhawatiran bahwa perusahaan-perusahaan mengeluarkan terlalu banyak uang untuk infrastruktur kecerdasan buatan tepat saat pertumbuhan ekonomi mulai melambat,” kata John Belton, manajer portofolio di Gabelli Funds, dikutip dari Wall Street Journal, Selasa (6/8/2024).
Berkshire Hathaway milik Warren Buffett pada hari Sabtu mengungkapkan bahwa mereka telah memangkas posisinya di Apple selama kuartal kedua, menjual hampir setengah dari tumpukan besar kepemilikan sahamnya di produsen iPhone tersebut. Aksi tersebut mengirimkan sinyal kuat kepada banyak investor yang mengharapkan tanda-tanda pergeseran sentimen pasar kepada Buffet, miliarder yang dikenal sebagai Oracle of Omaha.
Saham Apple put tercata turun 4,8% pada hari Senin.
(fsd/fsd)
Next Article
Wall Street Dibuka Variatif, Pelaku Pasar Siap Profit Taking?